FASE PENDIDIKAN BERKUALITAS Oleh: H. Maksis Sakhabi, S. Sos.I., M. AP(Kepala Seksi SMK dan SKh Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Wilayah Kabupaten Tangerang)

Tujuan pendidikan nasional secara makro dapat dikatakan untuk membentuk manusia berkarakter yang menciptakan peradaban bangsa bermartabat yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian strategi dalam mencapai tujuan tersebut dikemas melalui langkah-langkah teknis dengan penyelenggaraan pendidikan di tingkat akar rumput. Bagi para praktisi bidang pendidikan, kajian ini sangat menarik mengingat pendidikan merupakan aspek dari segala hal. Jika suatu bangsa ingin berkembang dan maju maka perbaiki sistem pendidikannya. Kalimat ini saya nisbahkan untuk memperkuat sekaligus meyakinkan seluruh lapisan masyarakat bahwa pendidikan tidak boleh dilaksanakan dengan cara main-main, atau sekedar menghidupkan aktivitas keseharian anak-anak di lingkungan saja. Dan yang membahayakan jika pelaksanaan pendidikan dinilai hanya sebatas kegiatan formal yang kemudian bisa menghasilkan nilai ekonomi bagi para pelaku penyelenggara pendidikan.

Tantangan dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini semakin kompleks dan penuh corak serta ragamnya. Pertama, penyelenggaraan pendidikan seringkali dikaitkan dengan kuantitas, bukan padanannya yaitu tentang kualitas. Mestinya jika ingin mendapatkan hasil maksimal, keduanya dijalankan secara beriringan. Saat ini, tidak sedikit orang berlomba mencapai kuantitas ketimbang kualitas. Atau ada juga yang semula menempatkan kualitas sebagai tujuan awal menyelenggarakan pendidikan kemudian terkalahkan dengan tujuan mencapai kuantitas. Di sini, kita mesti berhati-hati meletakkan keduanya dalam proses pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan.

Dalam banyak kasus di lapangan, ada Lembaga pendidikan (baca: sekolah) yang mengalami distorsi dalam meletakan tujuan dan fungsinya. Nilai ekonomi dari pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan seringkali menjadi pemicunya. Dengan dalih semakin banyak peserta didik yang diperoleh maka semakin besar peluang mendapatkan nilai ekonomi untuk membiayai aspek operasional lembaga, maka tak jarang terjadi pergeseran makna dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Terlebih jika kalkulasi Bantuan operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dan sebagainya menjadi legal untuk menghasilkan nilai ekonomi tadi. Semua berlomba mencari peserta didik sebanyak-banyaknya. Pada waktu yang bersamaan sedikit sekali yang berpikir keras untuk mendahulukan kualitas dari pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Kualitas dan kuantitas menjadi serangkaian masalah dalam penyelenggaraan pendidikan. Ketika orang berpandangan kualitas tidak akan terlaksana jika kuantitas tidak mendukung, maka yang terjadi adalah menempatkan kualitas di posisi terbelakang. Maka tidak heran jika sampai terjadi manipulasi data pokok kependidikan (dapodik) dengan melambungkan jumlah peserta didik agar menjadi perhitungan nilai ekonomi yang didapat. Maka tentu saja kualitas tidak menjadi proritas dan mendapat urutan belakang.

Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak dikenal adanya penekanan pada aspek kuantitas, tetapi sebaliknya yaitu kualitas. Pendidikan nasional yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa hanya dapat diwujudkan dengan melaksanakan arti penting kualitas penyelenggaraan pendidikan bukan kuantitas semata. Jika lembaga-lembaga pendidikan di sekitar kita sudah mengalami pergeseran makna ini berarti pendidikan kita sedang tidak baik-baik saja. Jangan heran jika masih terjadi kenakalan anak-anak didik kita, tawuran dimana-mana, bullying semakin marak, kekerasan di sekolah menjadi kebanggan, dan seterusnya. Semua Tindakan negatif itu terjadi karena kecilnya nilai moral dan akhlak yang tertanam.

Kemudian persoalan kedua yaitu tentang konsolidasi internal. Bagi penyelenggara pendidikan, Kerjasama dalam sebuah tim pelaksana itu menjadi penting. Cara merawatnya harus terus-menerus dibangun komunikasi dan koordinasi yang baik. Hal tersebut sebagai bentuk konsolidasi internal dengan tujuan terbangunnya kesamaan visi mewujudkan pendidikan berkualitas. Di setiap lembaga pendidikan sudah pasti terdapat susunan organisasi sebagai pelaksana urusan-urusan kelembagaan. Mekanisme yang dibangun untuk mencapai tujuan pendidikan itu diantaranya adalah terciptanya tatanan organisasi yang baik dan berfungsi. Tidak dibenarkan jika penyelenggara pendidikan menempatkan satu personel di banyak fungsi. Jika ini terjadi bisa dipastikan ada persoalan yang sedang menyelimutinya, diantaranya adalah soal mental kepemimpinan organisasi. Seorang pemimpin lembaga jika tidak bisa memfungsikan individu-individu untuk melaksanakan fungsi-fungsi organisasi maka ia tidak mampu mengelola sumber daya manusia. Dan jika semua urusan dikendalikan hanya dengan personel tertentu maka ada kecenderungan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan sebagainya. Tidak heran jika korupsi, kolusi dan nepotisme masih terjadi dalam lingkup penyelenggara pendidikan. Itu semua karena lemahnya konsolidasi internal penyelenggara pendidikan di dalamnya. Hubungan yag baik diantara guru, kepala sekolah, Yayasan dan pihak-pihak terkait lainnya menjadi bagian tak terpisahkan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Oleh karenanya, aspek organisasi penyelenggara pendidikan sangatlah penting untuk dikelola sebaik-baiknya.

Problematika seputar urusan pendidikan dapat dicegah dengan langkah strategis yang berorientasi pada capaian maksimal tujuan pendidikan, diantaranya adalah membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat. Karena urusan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, melainkan juga masyarakat, jadi keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan menjadi penting posisinya. Selain ia sebagai wali peserta didik, juga sebagai kontrol sosial. Urusan pendidikan memiliki ragam permasalahan yang terjadi, karenanya bagi penyelenggara pendidikan harus membuka diri dengan masyarakat untuk terlibat ikut serta memajukan pendidikan melalui lembaga yang dikelolanya. Pada tataran ini, ada yang namanya komite sekolah. Keberadaan komite sekolah adalah bagian dari unsur masyarakat yang memiliki andil dalam memajukan pendidikan. Penyelenggara pendidikan harus bersikap terbuka terhadap komponen ini. Komite bertindak sebagai pihak eksternal yang dapat dijadikan partner dialog dan musyawarah untuk pengambilan keputusan-keputusan penyelenggara pendidikan dalam mengeluarkan kebijakan.

Selanjutnya yaitu optimalisasi layanan pendidikan. Salah satunya adalah mengoptimalkan kebiatan belajar mengajar (KBM). Marwah pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan itu adalah kegiatan belajar siswa dan kegiatan mengajar guru. Penyelenggara pendidikan harus dapat memastikan bahwa satuan pendidikan yang dikelolanya melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Jika aktivitas belajar mengajar tidak dilaksananakan maka dipastikan penyelenggaraan pendidikan pada suatu lembaga mengalami kegagalan. Bagi pemerintah, urusan ini harus mendapatkan pengawasan ketat dan tidak sembarangan. Penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada kualitas akan menempatkan layan kegiatan belajar mengajar terfasilitasi dengan baik. Mulai dari personel SDM guru, sarana prasarana, alat-alat praktik pendukung dan sebagainya diciptakan untuk menunjang keberhasilan aktivitas belajar siswa dan guru mengajar.

Oleh karena itu, kewajiban kepala satuan pendidikan adalah melakukan supervisi berulang-ulang kepada komponen guru dan SDM lainnya yang berkaitan dengan aktivitas KBM. Hal ini guna memastikan efektifitas dan kualitas kegiatan belajar mengajar terjaga dengan baik. Situasi saat ini yang marak terjadi di lapangan yaitu inkonsistensi penyelenggara pendidikan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Alih-alih jumlah peserta didik yang minim dan kurangnya tenaga guru menyebabkan aktivitas kegiatan belajar mengajar mengalami stagnasi dan tidak berjalan sebagaimana biasa. Ada juga yang memaksakan pelaksanaan KBM disatu padukan dalam satu waktu pembelajaran di tempat yang sama, dengan guru yang sama, di kelas yang sama dan peserta didik yang berbeda kelas. Tindakan semacam ini harus dihindari sebisa mungkin karena akan mengganggu aspek kepatuhan dalam penyelenggaraan pendidikan secara umum dan bertolak belakang dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistenm Pendidikan Nasional.

Penyelenggaraan pendidikan akan terlihat berkualitas manakala serangkaian aktivitas pembelajaran dikelola dengan professional. Maka disini rumusnya adalah mendahulukan kualitas dari pada kuantitas. Sebab, kualitas akan menjadi ukuran tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan secara makro. Pemerintah telah mengukur proses pembelajaran ini melalui asesmen nasional (AN). Sebagai bentuk evaluasi dan penilaian capaian hasil pembelajaran, AN mengukur segala aspek Tindakan yang ada di satuan pendidikan dan penyelenggara pendidikan. Dari mulai kemampuan akademik atau intelektual siswa, yang terdiri dari literasi dan numerasi hingga kemampuan emotional dan spiritualnya yang terdiri dari pembentukan karakter dan budaya lingkungan penyelenggara pendidikan. Semua itu disiapkan pemerintah untuk menyiapkan para penyelenggara pendidikan memasuki fase pendidikan berkualitas.

Adanya kurikulum merdeka, merdeka belajar dan istilah-istilah baru lainnya dalam potret pendidikan masa kini adalah bentuk penyegaran dan Upaya mempersiapkan memasuki fase kualitas pendidikan Indonesia yang setara dengan dunia. Merujuk pada hasil survei kualitas pendidikan pada Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan, kemampuan literasi, matematika, dan sains peserta didik Indonesia meningkat dari 2018. Kondisi ini menggembirakan namun tetap harus diwaspadai. Mengapa? Perilaku penyelenggara pendidikan di Indonesia juga penting mendapatkan pengawasan lantaran keberhasilan capaian pendidikan juga terletak pada aspek pelaksanaan penyelenggaraannya. Dan yang harus dipastikan adalah penyelenggaraan pendidikan tidak berorientasi pada nilai ekonomi tetapi nilai prestasi. Maka, dengan demikian setiap pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan di semua tingkatan akan jberada pada fase pendidikan berkualitas.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *